7.30.2008

PROSA I (Kahlil Gibran)

Bila engkau sedang bersukaria
renunglah dalam-dalam
ke lubuk hati
disanalah nanti engkau dapati
bahwa hanya yang pernah membuat derita
berkemampuan memberimu bahagia

Jika engkau berdukacita
renungkanlah lagi, ke lubuk hati
disanalah pula bakal kau temui
bahwa sesungguhnya
engkau sedang menangisi
sesuatu yang pernah
engkau syukuri

~ Khalil Gibran

Theodore Roosevelt

Dari semua pemimpin yang pernah dipunyai Amerika, Theodore Roosevelt lah yang paling tangguh – secara fisik maupun mental. Tetapi pada mulanya tidaklah demikian. Presiden koboi Amerika ini dilahirkan di Manhattan dalam sebuah keluarga terkemuka. Tetapi ketika masih kecil, ia kurus kerempeng dan sakit-sakitan. Ia mengidap asma yang melemahkannya, menderita penglihatan yang buruk, dan luar biasa kurus. Orangtuanya tidak yakin ia akan bertahan.

Ketika berusia 12 tahun, ayahnya mengatakan, “kamu bermodalkan pikiran, tetapi tidak bermodalkan tubuh, dan tanpa bantuan tubuh, pikiranmu tidaklah mungkin semaju seharusnya. Kamu harus menjadikan tubuhmu modal”.

Roosevelt mulai meluangkan waktu setiap harinya membangun tubuhnya selain pikirannya, dan ia lakukan itu seumur hidupnya. Ia angkat barbell, mendaki, main sepatu es, berburu, mendayung berkuda dan bertinju. Di tahun-tahun kemudian Roosevelt mengevaluasi kemajuannya, mengakui bahwa ketika masih kecil ia penggugup dan pengecut. Tetapi katanya, “dari membaca orang-orang yang saya kagumi…dan dari mengenal ayah saya, saya kagum terhadap orang-orang yang tidak mengenal takut dan yang bisa mengangkat statusnya di dunia, dan saya sungguh ingin seperti mereka”. Ketika lulus dari Harvard, ia sudah seperti mereka, dan ia siap menghadapi dunia politik.

Roosevelt juga bukan menjadi pemimpin besar dalam semalam. Jalannya menuju kepresidenan itu lamban pertumbuhannya. Sementara ia memegang posisi, mulai dari Komisaris Polisi New York City hingga Presiden Amerika Serikat, ia terus belajar dan bertumbuh.

Sebagai calon wakil presiden pada tahun 1900, ia memberikan 673 pidato dan menempuh jarak 20.000 mil berkampanya bagi Presiden McKinley. Dan beberapa tahun setelah menjabat sebagai presiden, ketika menyiapkan pidatonya di Milwaukee, Roosevelt ditembak. Dengan tulang rusuk yang patah serta sebuah peluru bersarang di dadanya, Roosevelt bersikeras menyampaikan pidatonya selama satu jam sebelum membiarkan dirinya dilarikan ke rumah sakit.

Daftar prestasi Roosevelt sungguh luar biasa. Di bawah kepemimpinannya, Amerika Serikat tampil sebagai adikuasa. Ia bantu Amerika mengembangkan Angkatan Laut kelas satu. Ia bangun Terusan Panama. Ia negosiasikan damai antara Rusia dan Jepang, meraih Nobel Price untuk Perdamaian dalam prosesnya. Setelah pensiun pada tahun 1909 ia masih memiliki aktivitas-aktivitas lain, diantaranya : memimpin suatu ekspedisi ilmiah di Afrika dan memimpin sebuah kelompok menjelajahi Sungai Keraguan di Brazil yang belum pernah diarungi.

Pada tanggal 6 Januari 1919, di rumahnya di New York, Theodore Roosevelt meninggal dalam tidurnya. Ketika itu, Marshall yang menjadi wakil presiden mengatakan “Maut harus membuatnya tidur, sebab seandainya Roosevelt tidak sedang tidur, pasti ia akan bertarung”. Ketika mereka mengangkatnya dari tempat tidurnya, ternyata di bawah bantalnya terdapat sebuah buku. Hingga akhir hayatnya pun, Roosevelt tetap berupaya belajar dan meningkatkan dirinya.
Kalau anda ingin menjadi pemimpin, kabar baiknya adalah bahwa anda bisa melakukannya. Semua orang mempunyai potensi, tetapi itu tidak mungkin dicapai dalam semalam. Itu menuntut ketekunan. Dan anda mutlak tidak bisa mengabaikan Hukum Proses. Kepemimpinan tidaklah berkembang dalam satu hari. Melainkan seumur hidup.


(dikutip dari buku "The 21 Irrefutable Laws of Leadership" karangan Jhon C Maxwell)

7.16.2008

Ibu

Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir - bibir manusia.
Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah.
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.
Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penegas kita dikala lara, impian kita dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.
Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun yang kehilangan ibunya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkatinya.
Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.
Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya. Pepohonan
dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.
Penuh cinta dan kedamaian.

~ Khalil Gibran